Minggu, 29 November 2009

Perspektif Historis Puasa



Oleh: Prof Abu Su'ud


     ENTAH memang disengaja atau tidak atau dirancang oleh Allah atau tidak, kalau dipikir-pikir ibadah puasa di bulan Ramadan sangat berkaitan dengan peristiwa manusia di masa lampau. Sejarahwan Mpu Ratnangsah, menurut buku Negarakertagama karangan Mpu Prapanca dari Majapahit, mengatakan sejarah adalah kramaning tuha-tuha atau perilaku orang terdahulu. Dari sudut pandang ini, kalau begitu dapatlah dikatakan puasa Ramadan sangat berkaitan dengan semangat sejarah, dengan kata lain ibadah Ramadan memiliki kemampuan untuk membangkitkan kesadaran sejarah.
      Kesadaran pertama tentang peristiwa masa lampau termaktub dalam Surat Al Baqarah, yang seperti wajib dikutip oleh para penceramah kultum dalam rangkaian ibadah tarawih di malam puasa. Di dalam surat tersebut disebutkan, telah diwajibkan pada umat muslimin untuk menjalankan ibadah puasa sebagaimana telah pula diwajibkan kepada umat di masa lampau. Sadarlah kita puasa sebagai sebuah amalan memang dilakukan oleh hampir semua umat beragama, meskipun dengan corak yang bermacam-macam.
      Pada intinya puasa itu merupakan tindakan menahan diri dengan menghentikan atau mengurangi perbuatan yang biasanya dilakukan, seperti untuk masa tertentu tidak makan minum atau melakukan hubungan seksual. Banyak sekali variasinya, ada yang mengurangi jenis makanan tertentu atau menghindari melakukan perbuatan selama masa tertentu. Menurut syariat Islam, ibadah puasa justru dilakukan selama bulan Ramadan. Nama ini sudah dikenal di masa pra-Islam. Kata Ramadan berarti masa musim panas sehingga disebut juga sebagai pembakaran. Sampai sekarang para ulama memberikan makna khusus ibadah puasa sebagai upaya pembakaran dosa-dosa di masa lalu.
     Dalam ayat berikutnya disebutkan, bulan Ramadan merupakan bulan saat Alquran diturunkan. Alquran merupakan petunjuk bagi umat manusia, sekaligus pembeda atau kriterium untuk membedakan hal-hal yang benar dari hal-hal yang batil.
    Termasuk pula Alquran merupakan alat untuk memberi penjelasan dari isi Alquran sehingga disebut Al Furqan atau pembeda. Selanjutnya ayat itu menekankan, barang siapa dalam hidupnya mengalami atau berjumpa kembali dengan bulan Ramadan, maka diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa. Ketentuan tersebut menunjukkan betapa sebuah peristiwa besar yang memiliki makna strategis bagi pengembangan umat manusia, yaitu peristiwa Alquran diturunkan, yang merupakan peristiwa sejarah yang harus dikenang, harus diperingati, harus diingat selalu, dan cara mengingatnya sudah ditentukan oleh Allah, yaitu menjalankan ibadah puasa.
     Di dalam Surat Al Qadar yang menceritakan Lailatul Qadar nyata sekali dijelaskan, peristiwa Alquran diturunkan untuk kali pertama pada satu malam yang dikenal Malam Qadar atau Lailatul Qadar. Saya tidak tahu mengapa Qadar itu biasa diterjemahkan menjadi malam kemuliaan. Di dalam Surat Al Qadar itu disebutkan, Allah telah menurunkan kitab Alquran pada Malam Qadar tersebut.
      Ada berbagai pendapat mengenai makna Lailatul Qadar. Pada umumnya pendapat tentang Malam Qadar itu berhubungan dengan pengertian futuristik, yaitu peristiwa-peristiwa yang setiap tahun terjadi di masa-masa lalu dan masa depan. Yang agak kurang biasa dikemukakan pengertian bahwa Malam Qadar itu sebuah peristiwa di malam hari yang terjadi di masa perang. Ketika itu Nabi Muhammad dan pasukannya yang berjumlah lebih kecil mampu mengalahkan serangan musuh dari orang kafir Quraisy yang memiliki kekuatan lebih besar.
     Diyakini pada malam itu turunlah pasukan malaikat dari langit yang merupakan pertolongan langsung dari Allah dan berhasil mengalahkan dan memukul mundur pasukan musuh. Di dalam sejarah perjalanan Rasulullah malam itu disebut ''Malam Taqqal Jam'an'', yaitu sebuah peristiwa yang terjadi pada suatu malam, malaikat turun untuk memukul mundur pasukan musuh.
    Dari ketiga peristiwa yang termaktub dalam Alquran tersebut dapatlah kita menyaksikan betapa ibadah puasa merupakan salah satu bentuk rasa syukur umat Islam berkaitan dengan peristiwa-peristiwa historis. Tentu tidaklah keliru, kalau ada yang lebih memandang Lailatul Qadar itu sebuah peristiwa untuk menghadapi masa depan. Kalaupun pemahaman itu benar, tepat pulalah anggapan bahwa sejarah yang berasal dari kata ''Sajaro'' yang berarti pohon. Hakikat pohon adalah sebuah tumbuhan yang berakar di masa lampau, tumbuh sebagai sebuah realitas sekarang dan akan selalu tumbuh di masa-masa akan datang.

Sesuatu yang Unik
      Sejarah Indonesia ternyata mencatat sesuatu yang unik dan menarik peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan bulan Ramadan. Tanggal 17 Agustus 1945 sebagai saat yang tidak boleh dilupakan dalam sejarah Indonesia. Sebab, proklamasi kemerdekaan Indonesia ternyata terjadi justru di bulan Ramadan, tepatnya hari Jumat, bulan Ramadan, pada saat kaum muslimin melaksanakan ibadah puasa. Barangkali peristiwa semacam itu bisa saja dilupakan, dalam arti tidak berkaitan dengan bulan puasa Ramadan, namun tidaklah berlebihan pula kalau kita memandangnya sebagai sesuatu yang unik. Di dalam Alquran tersebut disebutkan, bulan Ramadan merupakan bulan saat Alquran diturunkan dan setiap Ramadan diwajibkan umat muslimin menunaikan ibadah puasa.
      Meskipun tidak termaktub di dalam Alquran bahwa di bulan Ramadan 14 abad kemudian setelah Alquran turun bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, tentu kita patutlah memandangnya sebagai sebuah rasa syukur. Sebagai umat muslimin, kita memandang dengan penuh keimanan, sementara itu sebagai warga bangsa kita pun patut bersyukur pula. Meskipun demikian, peringatan-peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia tidaklah diperingati pada bulan Ramadan, tetapi diperingati pada setiap 17 Agustus. Meskipun peristiwa yang bersamaan waktu itu memiliki semangat yang bersifat spiritual bagi umat Islam di seluruh Indonesia. Namun kita tidak perlu memandangnya sebagai peristiwa keagamaan, kita harus memandangnya secara proporsional. Memang benar kaitan antara saat perintah menunaikan ibadah puasa berkaitan dengan peristiwa Alquran turun dan berkaitan dengan peristiwa Lailatul Qadar ataupun Taqqal Jam'an.
     Karena itu, peristiwa-peristiwa tersebut memiliki makna keagamaan dan kita pun harus bersikap sesuai dengan ajaran agama, yaitu melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Meskipun demikian, ada sesuatu yang amat menarik kalau membandingkan antara peristiwa Nuzulul Quran dan peristiwa Proklamasi Republik Indonesia. Misalnya peristiwa Nuzulul Quran terjadi dalam bulan Ramadan bertepatan dengan umat Islam waktu itu berada dalam kancah peperangan yang menghadirkan peristiwa Taqqal Jam'an, yaitu Perang Badar.
Sementara itu, proklamasi kemerdekaan yang dianggap sebagai pertolongan Tuhan yang memberi dorongan kepada Bung Karno dan Bung Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan, juga terjadi pada bulan Ramadan. Dan tentu detik-detik proklamasi itu terjadi ketika bangsa Indonesia berada dalam masa penjajahan Jepang setelah untuk sementara penjajahan Belanda digantikan oleh penjajahan Jepang. Itu semua merupakan rentetan peristiwa historis baik yang terjadi di masa Rasulullah maupun yang terjadi di masa Proklamasi Kemerdekaan RI pada 14 abad berselang.
     Mudah-mudahan sebagai umat Islam dan warga bangsa Indonesia kita bisa membangkitkan kesadaran sejarah lewat pengamalan ibadah puasa. (14t)

- Penulis adalah Rektor Unimus yang berprofesi sebagai guru besar di unnes.

Kebahagiaan Orang Berpuasa
NABI Saw. berkata, ''Segala amal kebajikan anak Adam dilipatgandakan dengan sepuluh hingga 700 kali. Allah berfirman: Kecuali puasa, puasa itu untuk-Ku dan Aku memberikan pembalasan (pahala) kepadanya: ia telah meninggalkan syahwat dan makan-minumnya lantaran Aku. Seorang yang berpuasa memperoleh dua kebahagiaan: kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan ketika berhadapan dengan Allah...'' (HR Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar